Senin, 07 Februari 2011

Ambon, Kecantikan Kota Pinggir Pantai Yang Belum Terjamah

SEBAGIAN pulau di Indonesia, minus Bali dan Lombok belum terurus dengan baik. Sarana dan prasarana yang menunjang pariwisata belum tersedia. Ambon, the city by the sea salah satunya. Padahal pantai-pantai di Ambon bisa membuat napas tercekat karena keindahannya.

Demi untuk memonopoli perdagangan rempah, Belanda rela menukar New Amsterdam yang sekarang dikenal sebagai Manhattan, New York dengan Maluku yang pada waktu itu merupakan jajahan Inggris. Kejadian yang disebut sebagai Manhattan Transfer ini yang membuat Maluku dikenal secara internasional.

Di bawah kekuasaan VOC, Maluku menjadi penghasil rempah-rempah utama yang memasok kebutuhan dunia saat itu. Selain dikenal sebagai penghasil rempah-rempah, kepulauan Maluku dikenal karena keindahannya.


Pasca kerusuhan 1999, kepulauan Maluku dibagi ke dalam dua provinsi; Maluku dan Maluku Utara. Kepulauan Maluku beribukota Ambon, sedang Maluku Utara beribukota Sofifi.

Sebagai ibukota provinsi, Ambon tidak hanya menjadi pusat pemerintahan tapi juga tujuan utama turis yang ingin menikmati keindahan kota yang berada di pinggir pantai ini. Sejak menginjakkan kaki di bandar udara Pattimura, udara pantai sudah terasa.

Perjalanan dari bandara menuju pusat kota bisa ditempuh dengan menggunakan feri atau mobil. Bagi yang ingin menghemat waktu, perjalanan dengan menggunakan feri jauh lebih cepat. Dari dermaga feri sampai ke kota Ambon hanya membutuhkan waktu kurang lebih 15 menit. Sementara jika menggunakan mobil menghabiskan waktu 45-60 menit.

Taksi menjadi sarana transportasi umum yang bisa digunakan jika tidak ada yang menjemput di bandara. Di sini, taksi tidak dilengkapi dengan argo. Menyewa taksi dari bandara sampai dermaga feri kurang lebih 50 ribu rupiah. Sementara jika memilih jalan darat, ongkos yang dipatok kurang lebih 150 ribu rupiah. Pastikan bertanya tarif sebelum masuk ke dalam taksi. Kalau tidak bisa-bisa Anda shock mendengar rupiah yang harus dibayarkan.

Buat orang Ambon, menggunakan sabuk pengaman bukanlah hal yang biasa mereka lakukan. “Kami di sini tidak pernah menggunakan sabuk pengaman. Bisa ditertawakan orang,” ungkap Reyes, supir yang mengantar kami mengelilingi Ambon.

Meski kesannya tidak “cool”, sebaiknya tetap pakai sabuk pengaman selama berada di dalam mobil. Jangan takut atau ragu menegur supir bila mereka mengemudikan kendaraan ugal-ugalan. Perjalanan darat dari bandara menuju pusat kota Ambon dihiasi dengan pemandangan pantai dan pohon hijau. Keindahannya bisa membuat terpana.

“Seperti di Lyon (Perancis, red),” ungkap seorang teman sambil menunjuk bangunan yang menghiasi pinggir pantai dari kejauhan.

Meski Ambon didaulat sebagai ibukota provinsi, hanya ada satu hotel berbintang lima di sini, Aston Natsepa Ambon. Hotel lain, masuk dalam kategori Melati atau bintang 2- 3. Fasilitas yang ditawarkan pun terbatas. Jangan samakan dengan hotel setara di kota besar. Daripada terjerumus masuk hotel yang salah, ada baiknya bertanya dulu fasilitas yang mereka sediakan.


Menanti matahari terbit dari dekat patung Martha Christina Tiahahu
Banyak bertanya sangat diwajibkan bagi Anda yang berkunjung ke sini. Sebagai kota yang berada di pinggir pantai, keindahan pantai yang menjadi andalan Ambon. Menjemput matahari pagi di area patung Martha Christina Tiahahu yang berada di kawasan Padang Panjang sangat dianjurkan. Dari ketinggian Anda bisa melihat langsung hamparan pantai berhiaskan perumahan dan pelabuhan dengan semburat merah menandakan datangnya sang fajar.


Pintu Kota, trademark kota Ambon.
Belum menginjak Ambon jika belum datang dan berfoto di depan Pintu Kota. Ini bukan nama sebuah gerbang atau benteng peninggalan Belanda. Pintu Kota merupakan karang yang berlubang akibat hempasan ombak. Pintu Kota terletak di daerah Airlow yang berjarak kurang lebih 30-40 menit dari kota. Desa ini berada di dataran tinggi. Petunjuk jalan menuju kawasan ini cukup tersedia. Anda akan dibawa masuk ke kawasan pedesaan dengan pepohonan tinggi di pinggir jalan.

Rumah-rumah desa dan anjing liar menjadi pemandangan terbentang sepanjang jalan menuju Pantai Kota. Di dekat pintu masuk, terdapat rumah penduduk dan biasanya ada yang berjaga di depan portal yang terbuat dari besi ala kadarnya.

Anda dan rombongan bakal diijinkan masuk dengan membayar sejumlah uang. Nilainya tergantung dari kerelaan Anda memberi. Dari portal hentikan kendaraan di dekat anak tangga. Anak tangga ini mengingatkan pada jalan menuju pantai Padang-Padang di Bali. Kurang lebih ada 100 anak tangga yang harus Anda turuni sebelum bertemu dengan karang bolong yang disebut sebagai Pintu Kota. Anda bisa berfoto dengan puas. Tapi hati-hati, jangan terlalu dekat, apalagi di saat air pasang. Bisa-bisa terseret arus pantai.

Selain karang Pintu Kota, beberapa karang kecil di pinggir pantai bisa dijadikan pijakan. Jika dilihat sekilas, karang-karang ini mengingatkan pada pantai di Belitung. Walaupun jumlah karang dan bentuknya tidak serupa. Di Pintu Kota, karang berwarna hitam. Di pinggir pantai Anda bisa mencari kerang sebagai tanda mata.


Pantai Natsepa, rasakan sensasi berenang di lautan biru yang indah
Terpesona dengan keindahan Pantai Kota? Siapkan diri Anda sampai menginjakkan kaki di pantai Natsepa. Jaraknya kurang lebih sama dengan jarak tempuh ke Pantai Kota. Hanya berbeda arah. Pantai Natsepa mengingatkan pada keindahan Dreamland di Bali. Pantai putih dan air laut yang biru berhias awan putih begitu mengagumkan. Anda bisa berenang dengan bebas di pantai ini. Tapi kalau kemampuan berenang Anda pas-pasan, jangan terlalu pede berenang ke tengah.

Di sini tidak ada penjaga pantai yang bisa menolong Anda. Fasilitas wisata air nyaris tidak tersedia. Jadi, bawa semua perlengkapan main Anda.

Selama berada di Natsepa, Anda wajib mencoba rujak hasil olahan Oma Coz Suitella yang sudah berjualan sejak 1965. Warung rujak mulai dibuka jam 9.30 pagi. Keistimewaan rujak berharga 7 ribu rupiah ini terletak pada bumbu kacang yang dicampur belimbing manis. Campurannya tidak beda dengan rujak biasa.

Ada jambu air, nanas, belimbing, kedondong dan mangga. Bumbu ulek Oma yang bikin istimewa.

Kacang tanah tidak diulek lembut sehingga bisa merasakan potongan kacang yang renyah dan gurih.

Selain rujak Oma Suitella yang dahsyat, menikmati sagu manis yang masih hangat dan sepotong pisang goreng hanya bisa dilakukan di Natsepa. Entah kenapa, semua makanan itu terasa sangat lezat.

“Baru kali ini saya benar-benar tekun makan rujak sampai habis. Saya bahkan sayang membuang sisa bumbunya. Enak sekali,” ungkap Lina sambil terkikik.

Kurang lebih 15 menit dari Natsepa, ada pantai Liang. Pantai ini masih belum sepi dari turis. Fasilitas untuk turis masih sangat minim. Di pinggir pantai berpasir putih ini terdapat tempat menyewa ban atau perahu. Sebuah ban bisa disewa dengan harga 10 ribu rupiah. Sementara perahu kayu bisa Anda sewa dengan harga 50-75 ribu rupiah, tergantung ukurannya.

Sekali lagi, pastikan Anda bertanya dan menawar sebelum menggunakannya. Rayen, salah satu personel Pasto terlihat sedang asyik menikmati Pantai Liang dari atas perahu kayu sambil bertelanjang dada. Sebenarnya, wisata air yang Pantai Liang, pasir putih dan lautnya yang biru tidak kalah indah dari Kuta, Bali.

Pintu Kota, ditawarkan di pulau ini sangat banyak. Sayangnya fasilitas pendukungnya sangat minim. Pulau Banda Naira contohnya. Keindahan pulau ini sudah memukau pesohor seperti Elton John dan Fergie, Duchess of York. Tapi untuk mencapai pulau ini sulit sekali. Turis yang menyeberang ke sana bisa memilih naik pesawat atau kapal. Dengan maskapai Merpati, hanya dibutuhkan waktu 1 jam. Penerbangan ke Banda Naira dari Ambon hanya dilakukan setiap dua minggu sekali. Sementara Pelni yang juga menyediakan transportasi ke sana hanya berangkat seminggu sekali.

“Jadwal itu pun belum pasti. Kalau cuaca buruk atau ada pejabat yang mendadak harus berangkat ke sana, perjalanan bisa dibatalkan,” ungkap seorang agen perjalanan.

Minimal butuh waktu seminggusampai sepuluh hari jika ingin mengeksplorasi keindahan pulau-pulau di Ambon. Ambon juga terkenal dengan kuliner khas daerah pantai. Menu khas seperti Ikan Colo-Colo dan Ikan Kohu sayang untuk dilewatkan. Ikan Colo-Colo terasa unik karena bumbu cocolannya mirip dengan sambal dabu-dabu. Pedas, manis, dan asam bercampur jadi satu. Isinya terdiri dari bawang merah iris, cabai rawit, sambal, tomat hijau iris, air perasan jeruk lemon dan daun kemangi. Ikan bakar dicocol sambal colo-colo, seng ada lawan.

RM Barcelona yang berada di Jl. Said Perintah no. 26 bisa dijadikan tempat menyicip Ikan Colo-Colo. Jangan lupa juga memesan cumi bakarnya yang lembut dan gurih. Menu Ikan Kohu biasanya dimakan bersama singkong rebus. Ada perpaduan pedas dan asam. Biasanya irisan daun kedondong ditambahkan untuk memperkuat rasa. Sekali coba, Anda akan tergoda untuk nambah dan terus nambah.

Sering terserang lapar di malam hari, tidak perlu khawatir. Arahkan kendaraan ke Jl. A.M Sangaji. Tepatnya di depan toko Senyum 5000. Setelah jam 6 sore, sepanjang jalan terdapat meja-meja yang menjajakan Nasi Kuning Bagadang.

Ibu Mila yang berasal dari Madura ini sudah puluhan tahun berjualan Nasi Kuning dengan bermacam menu pendamping seperti ayam bakar, ayam goreng, telur ceplok, telur dadar, telur asin, cumi dan tongkol pedas. Setelah tiga kali mencoba Nasi Kuning Bagadang, cumi dan tongkol pedas yang paling mumpuni. Hao chi senjingbing. Bagi yang ingin membeli buah tangan, bisa datang ke Toko Petak 10. Di sini, Anda bisa membeli bagea, kudapan khas Ambon, minyak kayu putih, manisan pala, biji kenari atau mutiara khas Ambon.

Teks & Foto: Dwi Hapsari Mintorahardjo (US) / gur

Sumber :
http://www.tabloidbintang.com/wisata-a-kuliner/perjalanan/7846-ambon-kecantikan-kota-pinggir-pantai-yang-belum-terjamah.html
3 Januari 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar